Artinya, kewenangan untuk menetapkan atau mengubah syarat pendidikan calon pejabat publik berada di tangan pembentuk undang-undang, yaitu DPR bersama pemerintah.
“Mahkamah tetap pada pendiriannya bahwa penentuan syarat pendidikan bukan ranah yudikatif,” tegasnya.
MK menilai tidak ada alasan konstitusional yang mendesak untuk mengubah sikap tersebut. Karena itu, pertimbangan hukum dalam putusan sebelumnya otomatis berlaku pada perkara kali ini.
“Dengan demikian, syarat pendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas atau yang sederajat bagi calon presiden dan calon wakil presiden masih berlaku norma yang sama,” ujar Ridwan.
Hak Konstitusional Warga
Mahkamah juga menilai usulan menaikkan syarat pendidikan justru berpotensi membatasi hak demokrasi warga negara.
Menurut hakim, mengharuskan ijazah S-1 akan menutup kesempatan bagi warga negara yang kompeten namun tidak memiliki gelar sarjana.
“Perubahan syarat menjadi lulusan sarjana dapat mempersempit peluang warga negara untuk mencalonkan diri atau dicalonkan. Hal ini bertentangan dengan prinsip hak politik yang dijamin UUD 1945,” demikian pertimbangan MK.
Sementara itu, aturan saat ini tidak menghalangi siapapun dengan pendidikan lebih tinggi untuk maju dalam kontestasi politik.
MK menekankan bahwa keberhasilan memimpin tidak hanya ditentukan oleh jenjang pendidikan formal, melainkan juga integritas, kapasitas, dan pengalaman.
Penolakan untuk Semua Tingkatan
Logika hukum serupa juga digunakan Mahkamah untuk menolak gugatan terhadap syarat pendidikan bagi caleg DPR, DPD, DPRD, serta calon kepala daerah.
Meski subjek yang diatur berbeda, norma yang dipersoalkan tetap sama, yakni terkait batas minimal pendidikan.
Dengan putusan ini, perdebatan panjang soal kualifikasi pendidikan pemimpin nasional resmi berakhir.
MK menegaskan posisi hukumnya bahwa syarat minimal SMA sederajat tetap berlaku hingga ada kebijakan baru dari DPR dan pemerintah.
Artikel Terkait
MK Batalkan UU Tapera: Gugatan Pekerja Dikabulkan dan Iuran Wajib Resmi Dihapus
Dugaan Malpraktik RSUD Batang: Pasien Divonis HIV Padahal Ada Selang Tertinggal di Tubuh
Sisi Lain Kasus Keracunan Massal di KBB: Bongkar Kelalaian Penyimpanan Makanan hingga Ortu Siswa yang Diminta Ikutan Masak
Pilu Uya Kuya Lihat Rumahnya Rusak usai Dijarah Oknum Demo, Ceritakan Barang Kenangan Anak-anaknya Semasa Kecil
Sempat Viral Bobby Nasution Hentikan Truk Pelat Aceh Tuai Polemik, Pemprov Sumut Sebut Bukan Razia tapi Ajakan
Pesan Menohok Ferry Irwandi usai Dipolisikan Hera Lubis, dari Sindir Laporan hingga Postingan yang Dihapus
Prabowo Curhat di Munas PKS: Kaget Parahnya Korupsi di Pemerintahan hingga Klaim Keberhasilan MBG Meski Dibayangi Kasus Keracunan
Nurut Saran Ahli Gizi untuk Libatkan Puskesmas, BGN Gandeng Kemenkes Perketat Awasi MBG Usai Kasus Keracunan Meningkat
Apa Arti PU 608, Slogan yang Kini Mengiringi Wajah Baru Kementerian PU
Ketua Banggar DPR Nilai SPPG Kewalahan, Usulkan Dapur MBG Dibangun di Sekolah