CATATAN BANDUNG - ‘Sunat’ Minyakita Jadi 0,75 Liter, Produsen Beri Alasan Kecurangan: HET Pemerintah di Bawah Biaya Produksi
Dalam sidak yang dilakukan Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman di Pasar Jaya Lenteng Agung, Jakarta Selatan, ditemukan dugaan penyunatan takaran dalam produk minyak goreng merek Minyakita.
Kemasan yang seharusnya berisi 1 liter diduga hanya berisi 750 hingga 800 mililiter.
Selain itu, harga jualnya juga melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp15.700/liter, namun dijual dengan harga Rp 18.000/liter.
Dugaan ini memicu pertanyaan: Mengapa produsen melakukan hal tersebut?
Menurut Pengamat Pertanian dan Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, penyunatan takaran minyak goreng bisa terjadi karena biaya produksi yang semakin tinggi.
Harga bahan baku utama, yaitu crude palm oil (CPO), dalam enam bulan terakhir telah mencapai Rp15.000-16.000/kg, jauh lebih tinggi dari harga acuan yang ditetapkan pemerintah untuk bahan baku Minyakita, yaitu Rp13.400/kg.
"Ini baru menghitung harga bahan baku CPO, belum memperhitungkan biaya produksi, distribusi, dan margin keuntungan," jelas Khudori dalam keterangannya, Minggu 9 Maret 2025.
Menurutnya, jika memperhitungkan semua biaya tersebut, harga jual minyak goreng Minyakita yang ditetapkan pemerintah berada di bawah biaya produksi, sehingga produsen berisiko mengalami kerugian.
Dalam kondisi ini, produsen dihadapkan pada dua pilihan sulit:
1. Menjual Minyakita sesuai HET tetapi mengurangi kualitas atau takaran produk.
2. Menjaga kualitas Minyakita tetapi menjualnya dengan harga di atas HET.
Khudori menilai bahwa kedua opsi tersebut sama-sama melanggar aturan, tetapi tanpa adanya kebijakan penyesuaian harga dari pemerintah, industri minyak goreng berisiko mengalami ketidakseimbangan yang merugikan konsumen dan pelaku usaha.