Ketika Pasar Saham Turbulen, Inilah Pentingnya Psikologi Investasi

photo author
- Kamis, 17 April 2025 | 09:29 WIB
IHSG Bursa Efek Indonesia itu tercatat melemah 596,33 poin atau 9,16 persen ke posisi 5.914,28. (Credit: Promedia)
IHSG Bursa Efek Indonesia itu tercatat melemah 596,33 poin atau 9,16 persen ke posisi 5.914,28. (Credit: Promedia)

CATATAN BANDUNG – Perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi dibuka kembali pada Selasa, 8 April 2025, setelah libur panjang Idulfitri yang berlangsung dari 28 Maret hingga 7 April 2025. Namun, hari pertama pasca-libur langsung diwarnai gejolak tajam di pasar saham nasional.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka dengan penurunan drastis sebesar 9,19% dan menyentuh level 5.912,06. Padahal sebelum libur, pada Kamis, 27 Maret 2025, IHSG masih ditutup menguat 0,59% ke level 6.510,62. Merespons kondisi ini, BEI langsung memberlakukan trading halt atau penghentian sementara perdagangan untuk meredam kepanikan pasar.

Gejolak ini terjadi seiring dinamika pasar global yang sudah memanas selama libur Lebaran. Pemerintah Amerika Serikat memberlakukan kebijakan tarif impor baru terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia, yang kemudian dibalas dengan tindakan serupa dari Tiongkok. Kondisi tersebut turut memengaruhi nilai tukar Rupiah yang sempat menembus angka psikologis Rp17.000 per dolar AS di pasar luar negeri.

Di tengah ketidakpastian pasar, para pelaku pasar modal dan analis menekankan pentingnya mengelola emosi dalam berinvestasi. Fluktuasi pasar saham adalah hal yang wajar dan tidak seharusnya dijadikan alasan untuk mengambil keputusan emosional atau panik.

Baca Juga: Jadwal Acara RCTI, Kamis 17 April 2025: Terbelenggu Rindu, Mencintaimu Sekali Lagi, Kasih Jannah, Kau Ditakdirkan Untukku

“Panik adalah musuh terbesar investor,” tulis siaran pers resmi BEI. “Sebaliknya, pertimbangkan untuk menahan, mengevaluasi, atau bahkan menambah investasi di tengah pelemahan pasar.”

Fenomena seperti Fear of Missing Out (FOMO), loss aversion, overconfidence, hingga herd mentality kerap menjadi jebakan psikologis yang menjerumuskan investor ke dalam keputusan impulsif.

Namun, sejarah telah menunjukkan bahwa pasar selalu bergerak dalam siklus naik-turun. Pada krisis keuangan global 2008 dan pandemi COVID-19 tahun 2020, pasar sempat mengalami kejatuhan tajam, namun kemudian bangkit dan bahkan mencetak rekor baru. Investor yang tetap konsisten dengan strategi jangka panjang berhasil memetik hasil dari pemulihan pasar.

“Ketika pasar turun, justru banyak saham berkualitas yang dijual di bawah nilai wajar. Ini bisa jadi peluang emas bagi investor jangka panjang,” lanjut siaran tersebut.

Baca Juga: Kumpulan Kode Promo Gojek dan Grab, Rabu 16 April 2025, Biaya Perjalanan Diskon 50 Persen

Investor juga diingatkan untuk melakukan diversifikasi portofolio agar risiko bisa ditekan secara optimal. Kombinasi aset seperti saham, obligasi, dan reksa dana bisa menjadi strategi yang sehat.

Jika merasa ragu atau kebingungan, investor disarankan untuk berkonsultasi dengan perencana keuangan guna menyusun strategi yang sesuai dengan profil risiko dan tujuan investasi pribadi.

Mengelola emosi adalah kunci sukses berinvestasi. Dengan pendekatan yang tenang, informasi yang cukup, dan strategi yang terencana, investor dapat menghadapi gejolak pasar dengan lebih bijak dan tetap berada di jalur menuju tujuan finansial jangka panjang.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ahmad Taofik

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X