Dalam beberapa tahun terakhir, Morowali berulang kali mencatat bentrokan antar pekerja, baik sesama TKA maupun antara TKA dan tenaga lokal.
Minimnya pembinaan dan pengawasan pemerintah daerah terhadap perusahaan yang mempekerjakan ribuan pekerja lintas negara menjadi salah satu penyebab utama.
Konflik biasanya muncul karena perbedaan bahasa, tekanan kerja, dan minimnya pelatihan komunikasi antarbudaya.
Ancaman Pidana Berat bagi Pelaku
Pengeroyokan yang menyebabkan kematian tergolong tindak pidana berat. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 170, pelaku kekerasan bersama yang mengakibatkan mati dapat dihukum penjara hingga 12 tahun.
Selain itu, Pasal 351 ayat 3 KUHP menegaskan, jika penganiayaan menyebabkan kematian, pelaku diancam pidana paling lama tujuh tahun.
Berkaca dari hal itu, insiden tersebut pada akhirnya menjadi peringatan keras bagi pengelola kawasan industri dan pemerintah daerah agar tidak menutup mata terhadap meningkatnya eskalasi kekerasan di lingkungan kerja.
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perusahaan diwajibkan menjamin keselamatan dan keamanan kerja bagi seluruh karyawan tanpa kecuali.
Pelanggaran terhadap ketentuan itu dapat menjadi dasar penindakan hukum dan administratif terhadap perusahaan.
Kematian tragis mandor TKA di Morowali memperlihatkan betapa rapuhnya sistem kerja yang tidak disertai pengawasan dan pembinaan yang baik.
Tanpa perubahan nyata dalam sistem manajemen dan pelatihan komunikasi lintas negara, kawasan industri bisa terus menjadi sumber konflik yang memakan korban jiwa.*